Aku sedang mengingat lagi masa kanakku. Saat aku mulai belajar tentang kehidupan. Saat imajinasiku yang polos melompat-lompat, bahkan terbang berputar-putar. Dan aku teringat gambar sketsa yang umumnya digambar oleh anak-anak, termasuk aku dulu, juga dirimu: sebuah gambar pemandangan dengan sepasang gunung, matahari bundar, awan-awan, beberapa pasang garis melengkung seperti sayap burung, sungai/jalan yang berkelok dari kaki gunung sampai ke garis tepi buku gambar, lalu ditambah beberapa petak sawah, pohon-pohon, dan rumah kecil. Tentu kau masih ingat bukan?
Gambar pemandangan itu sangat biasa. Sangat biasa. Bisa dikatakan, itu adalah gambar standar anak-anak yang baru belajar memegang pensil dan crayonnya di atas kertas. Tapi tahukan kau, Rhasya? Ada nilai kehidupan yang digambarkan oleh imajinasi polos kita di masa itu. Aku pun baru menyadarinya.
Garis yang pertama kugores di atas kertas gambar adalah sebuah garis horizontal. Kita sekarang menyebutnya garis cakrawala. Ya.. yang pertama digores tak lain adalah sebuah garis lurus. Bayangkan, dengan tangan yang masih mungil dan kaku,betapa sulitnya membuat garis lurus seperti itu, walaupun menggunakan penggaris. Begitulah.. itulah usaha pertama kita sebagai manusia: mencoba selurus mungkin dalam kehidupan.
Lalu selanjutnya, yang digambar adalah sepasang gunung. Ada yang berbentuk setengah lingkaran. Ada yang segitiga. Aku dulu membuatnya lebih bagus. Lebih mirip gunung: garis lengkung dengan sedikit aksen pada puncaknya, seperti kawah. Objek pertama yang kugambar adalah sepasang gunung; orang pertama yang kusayang adalah papa-mama. Ya.. gambar gunung itu adalah pengejawantahan dari orangtua. Kokoh. Damai. Tempat berbagai elemen hidup: cinta, pengorbanan, air mata, tanggung jawab, nafkah.
Lalu matahari bundar adalah bentuk pemahaman pada Tuhan yang mulai kukenal. Sumber cahaya. Menghangatkan. Tanpanya tak mungkin ada kehidupan. Lalu kugambar juga beberapa gumpalan awan sebagai cita-citaku yang terbang bebas di langit yang tinggi. Juga beberapa burung sebagai teladan orang-orang terdahulu yang kudengar dari Bu Guru dan Ustadzah.
Dimulai dari satu titik dari garis cakrawala yang pertama kugores tadi, kutarik dua garis yang sedikit berkelok dan terus melebar. Itulah sungai. Beberapa anak menggambarnya sebagai jalan raya. Begitulah perjalanan hidup. Dimulai dari satu titik, lalu semakin melebar mengalir. Dan tentu dua garis itu harus berhenti di tepi kertas. Karna memang perjalanan hidup di dunia akan terputus oleh kematian.
Gambar itu lalu kutambahkan dengan beberapa pohon, juga kapal kecil di lengkungan garis pantai tak jauh dari beberapa petak sawah di dekatnya. Karena, kita perlu keteduhan. Perlu penghidupan. Perlu kerja keras.
Tentunya aku tak tau makna yang kugambar di masa kanak itu dulu. Ia hanyalah bentuk imajinasi polos masa kanak tentang makna kehidupan. Mereka menggambarkannya saja dengan dituntun oleh makna kehidupan yang sedang dipelajarinya. Dan sekarang aku baru memaknainya.